Legenda Dewa Harem

Chapter 176: Pulang



Chapter 176: Pulang

Santoso berteriak keras sebelum akhirnya pingsan, sedangkan si kepala desa yang melihat ini dari samping masih bergemetaran tanpa henti.

Randika menatap tajam si kepala desa. Untuk para penduduk desa ini, Randika tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun aslinya merekalah yang salah karena membeli dari Santoso, mereka tidak bisa disalahkan karena itulah cara mereka untuk meneruskan keturunan mereka.

Sedangkan untuk Santoso, Randika sudah memastikan bahwa dia akan menggunakan kursi roda seumur hidupnya. Itulah pelajaran yang diberikan oleh Randika.

Tindakan Randika masih terbilang baik karena dunia sama sekali tidak memaafkan pelaku perdagangan manusia. Para pelaku tersebut akan dieksekusi apabila tertangkap.

"Semua sudah selesai." Randika menghampiri Christina dan membantunya berdiri.

Sambil menggandeng tangannya, Randika mengatakan. "Aku akan membawamu pulang."

Christina hanya mengangguk pelan dan merasakan hatinya menghangat. Dia menyukai Randika yang penuh perhatian seperti ini.

Ketika mereka sampai di sepeda motor bobroknya itu, Randika bertanya. "Kamu mau duduk di depan atau belakang?"

Christina memperhatikan sepeda motor tersebut, dia mengerutkan dahinya. Sepeda motor itu terlihat akan hancur berserakan. Lampunya sudah tidak menyala, debu dan lumpur sudah menyelimuti hampir semua bagian dan terlebih tidak ada sandaran kaki untuk penumpang di belakang.

"Apa motormu ini masih aman?" Christina jelas terlihat khawatir.

"Santai saja." Randika menyalakan motornya dan posturnya dibuat-buat seperti di drama TV.

"Naiklah, akan kuberikan kamu pengalaman terbaik dalam hidupmu." Kata Randika sambil tersenyum.

.....

Keduanya ini langsung menuju Kota Gunung Agung.

Pemandangan gunung sedikit demi sedikit mulai menghilang. Christina duduk di belakang sambil memeluk Randika dengan kedua tangannya.

Diam-diam, Christina menempelkan wajahnya di punggung Randika. Dia merasa punggung pria ini sangat lebar dan kekar, inilah punggung pangeran berkuda putihnya.

Mengingat pertemuan pertama mereka, Christina salah sangka dengan kebaikannya. Hal ini sebenarnya bukan salah dirinya, salahnya Randika tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya butuh operasi dada.

Mengingat semua kebaikan Randika dan senyumannya membuat Christina tersipu malu. Dia membenamkan wajahnya di punggung Randika sambil tersenyum.

"Ran, kenapa kamu tahu aku ada di sini?" Jelas pertanyaan ini terngiang-ngiang di benak Christina.

"Pertanyaan bodoh!" Randika mengendarai motornya sambil tersenyum. "Tentu saja aku tahu, aku sudah memasang pelacak universal di tubuhmu. Mau pergi ke mana pun kamu, aku selalu bisa menemukanmu. Contohnya jika kamu pergi ke toko lingerie untuk membeli pakaian dalam yang sexy atau kamu sedang mandi di rumah, aku bisa tahu semuanya."

Mendengar perumpamaan Randika itu, Christina sedikit merasa malu. Randika memang tidak bisa diajak serius sedikitpun tetapi dirinya tidak marah karena dia tahu Randika berusaha memperingan suasana.

"Jika aku tidak memasang pelacak itu, bagaimana bisa aku tahu kamu di mana?" Randika lalu menoleh dan mengatakan. "Mulai dari hari ini, kamu tidak boleh memberikan pelajaran tambahan saat malam hari. Apalagi kalau rumah muridmu itu dekat di bagian barat kota."

"Baiklah." Christina setuju dengan saran Randika yang sangat memerhatikan dirinya itu.

Pada saat ini, motornya sedikit melayang karena terkena lubang. Dari awal, motornya ini sudah hampir tidak bisa mempertahankan bentuknya. Oleh karena itu, saat terkena lubang ini motornya ini tidak bisa berhenti bergetar. Randika dan Christina merasa pusing dan ingin muntah karenanya.

Beberapa ratus meter ke depan penuh dengan lubang jadi keadaan berguncang ini akan bertahan beberapa waktu. Ketika motor ini naik turun, bahkan plat nomor di belakang hampir copot. Sekrup yang menahannya tidak kuat dengan getaran yang kuat itu dan akhirnya plat tersebut lepas dan terjatuh di tanah.

Christina sudah was-was. Dari awal dia sudah ragu dengan motor yang menakutkan ini dan sekarang dia merasa bahwa motor ini akan hancur sebentar lagi. Terlebih lagi, motornya yang tidak bisa berhenti naik turun ini membuatnya takut dan makin erat memeluk Randika.

"Jangan khawatir, motor ini kuat kok." Randika berusaha meyakinkan Christina dan dirinya sendiri! Namun, motornya tiba-tiba mengenai batu yang cukup besar dan keduanya melayang cukup tinggi.

"Ah!"

Christina sudah menutup matanya dan berteriak, kedua tangannya semakin erat memeluk dan kedua dadanya menempel di punggung Randika.

Apa!?

Randika langsung merasakan kekenyalan seperti bakpau itu di punggungnya, sungguh perasaan yang menyenangkan. Meskipun terhalang oleh baju, dia masih bisa merasakan kelembutan dan kekenyalan dada Christina. Mungkin perjalanan ini sepadan jika dia bisa merasakannya langsung dengan kedua tangannya.

Jika dia bisa mendorong dan menindih Christina di tempat tidur dan melihat kedua gunung itu dengan matanya, mungkin mereka juga bisa melakukan roleplay guru dan murid seperti film-film Jepang.

Stop Randika! Kamu masih menyetir, jangan kehilangan fokus! Semua imajinasimu akan terbuang jika kalian jatuh ke dalam jurang.

Motor mereka masih bertemu dengan beberapa lubang dan motornya yang naik turun itu masih terus berlangsung. Kedua dada Christina akan menempel ketika motornya itu bergetar, dia benar-benar takut motornya ini akan hancur. Mereka terus naik turun tanpa henti dan Randika terus merasakan kelembutan dada Christina di punggungnya.

Randika dalam hati merasa senang, bahkan di tempat terpencil seperti ini dia bisa merasakan kasih sayang sang Pencipta!

"Ran, pelan sedikit nyetirnya."

Christina sudah tidak kuat lagi, dia sudah ketakutan dan memeluk erat Randika seperti koala.

"Tidak bisa, jika kita pelan-pelan bisa-bisa kita ketinggalan kereta." Kata Randika. "Tapi tentu saja aku tidak keberatan bermalam denganmu di hotel. Bagaimana?"

Christina tersipu malu dan tidak menjawab pertanyaan Randika.

Motor ini masih melaju dengan cepat, mereka masih dihalangi beberapa lubang lagi sebelum akhirnya tiba di jalan yang rata. Randika sendiri berharap lubang ini tidak pernah habis.

Saking senangnya, Randika bahkan bernyanyi. "Nempel, nempel, puncak gunungnya nempel, kenyal-kenyal sekali!"

"Hmm? Kamu nyanyi apa?" Christina samar-samar mendengar nyanyian Randika.

"Ah! Bukan apa-apa, bukan apa-apa. Aku hanya sedikit kepikiran pekerjaan yang cocok untukmu selain menjadi guru." Kata Randika.

"Apa memangnya?"

"Terapis pijat." Jawab Randika sambil tersenyum.

Christina bingung, maksud Randika ini apa? Dia benar-benar tidak mengerti maksudnya.

Randika lalu menoleh padanya dan tersenyum. "Aku yakin banyak orang yang akan mengantri karena cara memijatmu yang unik."

Christina makin bingung dan bertanya. "Kok bisa?"

"Orang lain memijat menggunakan tangannya sedangkan kamu menggunakan kedua dadamu itu." Randika mengangguk. "Benar-benar nyaman."

Christina langsung menyadari maksud Randika itu dan langsung melepaskan pelukannya itu. Dia segera memalingkan wajahnya.

"Kamu ini ya! Jangan berpikiran mesum seperti itu!" Kata Christina sambil marah-marah.

Pada saat ini, mereka sudah tiba di jalan aspal yang rata. Perjalanan penuh lubang itu telah selesai, Randika kembali menjadi lemas.

Setelah berkendara selama satu jam, akhirnya mereka tiba di Kota Gunung Agung. Sesaatnya mereka sampai di stasiun, motornya akhirnya sudah tidak tahan lagi. Seluruh motor hancur berserakan dan tidak bersisa!

Motor itu sudah melampaui kemampuannya dan kali ini dia ingin beristirahat dengan tenang.

"Sudah jangan diperhatiin lagi, ayo cepat kita naik ke kereta." Randika menarik Christina yang masih melongo melihat kendaraan yang baru saja dia naiki hancur menjadi debu.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.