Legenda Dewa Harem

Chapter 178: Gejolak Batin



Chapter 178: Gejolak Batin

Lima jam kemudian, Randika membangunkan Christina dan membawanya turun dari kereta.

Meskipun sudah larut malam, kembali di kota kesayangannya yaitu Cendrawasih membuat Christina sedikit tidak percaya. Dia hampir menangis mencium aroma kebebasan ini.

Jika bukan karena Randika, dia sudah akan menjadi korban dari praktek perdagangan manusia.

"Menangislah kalau kamu mau. Aku ada di sini." Kata Randika. "Jika ada yang mengejekmu maka aku akan membunuhnya di tempat!"

"Huh, memangnya siapa yang mau menangis." Christina menghapus air matanya. "Aku itu seorang guru jadi aku harus memberikan contoh yang baik."

"Guru atau tidak, kamu tetaplah seorang perempuan yang nyaris mengalami kejadian mengerikan. Menangis air mata bahagia bukanlah contoh yang buruk."

Christina lalu berjalan ke arah pintu keluar dengan kepala terangkat, dia tidak akan membiarkan kejadian mengerikan itu menghantui dirinya.

Sambil tersenyum, Randika memanggil taksi dan masuk bersama Christina. "Kamu ingin pulang ke rumah ibumu atau ke rumahmu?"

"Aku ingin bertemu mamaku." Christina sedikit ragu tetapi dia tahu bahwa ibunya itu pasti khawatir terhadap dirinya.

Randika mengangguk dan memberi alamat rumah ibunya itu ke supir taksi.

Setelah sampai di perumahannya, Christina tiba-tiba berkata pada supir taksi. "Pak tolong berhenti di taman itu."

Randika sedikit bingung, kenapa Christina tiba-tiba minta turun di sini?

Setelah membayar taksi dan turun, Christina berkata pada Randika. "Temani aku sebentar."

Mendengar kata-kata Christina itu Randika langsung mengerti. Dia baru saja mengalami kejadian yang seharusnya tidak pernah dialami seorang perempuan. Dia diculik, dijual, dan hampir diperkosa. Perasaannya pasti sedang campur aduk.

Di bawah sinar rembulan, mereka berdua berjalan berdampingan menelusuri taman.

Tatapan Christina terlihat kosong ketika melihat bulan di langit. Semua perasaan takut, cemas, marah, malu, bahagia, lega, semuanya bercampur aduk di benaknya.

Randika yang melihatnya terasa sedikit tidak berdaya, hatinya juga terasa sakit.

Randika tahu penghiburan macam apa pun tidak akan membuat Christina melupakan pengalaman pahitnya ini. Apa yang harus dilakukan Christina adalah mengakui semua itu telah terjadi dan hidup sambil menanggungnya. Bagaimanapun juga, yang terpenting adalah dia selamat.

Randika menggandeng tangan Christina dengan lembut. Christina awalnya sedikit terkejut tetapi tidak menolak digandeng, keduanya lalu berjalan bergandengan layaknya pasangan.

Bagi Christina tidak ada pria lebih baik dari Randika di dunia ini. Memang terkadang dia mesum, tidak bisa diajak serius dan selalu bercanda. Tetapi dia selalu bisa diandalkan ketika dirinya membutuhkannya dan belum lagi ketika Randika menyelamatkannya dari pelaku perdagangan manusia itu, Christina menyadari bibir kering Randika yang pecah-pecah itu. Randika pasti telah bersusah payah untuk menyelamatkan dirinya.

Mungkin baginya Randika adalah pangeran berkuda putihnya yang dia tunggu-tunggu selama ini?

Tidak, tidak, mana mungkin itu benar?

Tetapi Siapa di dunia ini yang pergi menyelamatkannya selain Randika?

Yang Christina tidak sadari adalah pikirannya secara tidak sadar selalu memikirkan sosok Randika bahkan di saat dia disekap sebelumnya. Dia tidak menyadari bahwa dia telah jatuh cinta sejak lama dengan Randika.

Randika sendiri masih memikirkan betapa lembutnya dada Christina saat mereka berpelukan di motor. Dia bertanya-tanya kapan dia akan merasakan kedua gunung itu dengan tangannya.

Mungkin kejadian ini akan membuat Christina sedikit trauma dengan lelaki, jadi mimpinya ini mungkin masih akan lama terwujudnya.

Mereka berdua berjalan tanpa berbicara sama sekali, di mata orang-orang mereka bagaikan pasangan muda yang malu-malu.

"Hei, hei, lihat mereka. Sudah gede tapi pacarannya seperti anak SMP." Kata seseorang pada temannya.

"Ah cowoknya cupu, kalau aku sama perempuan secantik itu pasti sudah betah di kamar." Jawab temannya.

"Pantes kamu jomblo, otakmu mesum gitu." Sekumpulan pemuda ini semuanya tertawa dan berjalan meninggalkan Randika dan Christina.

Randika sendiri dapat mendengar dengan jelas, dia hanya tersenyum pada bocah-bocah itu. Seorang jentelmen tidak akan memaksa perempuan untuk melakukannya, jika dia berhasil mendapatkan hatinya maka perempuan itu yang akan terus meminta pada dirinya!

Christina menyadari tatapan orang-orang yang menganggap dirinya dan Randika berpacaran, mungkin perasaan ini tidaklah buruk.

Tidak lama kemudian, mereka berdua sampai di rumah ibunya Christina. Namun, Christina tidak mengebel pintu rumahnya itu.

"Terima kasih untuk hari ini." Christina yang masih menggandeng Randika itu berputar dan menghadap Randika.

"Tidak masalah, asalkan kamu berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Kata Randika sambil tersenyum.

Christina tidak berbicara lebih lanjut. Untuk sesaat keduanya hanya saling bertatap-tatapan. Di depan pagar rumah yang lumayan gelap ini, keduanya hanya berdiri diam dan suasana yang ada terlihat romantis.

Orang yang sedang jatuh cinta terkadang sulit mengungkapkan apa yang dia inginkan, mereka tidak ingin mempercepat dan menakuti pasangannya. Pada saat ini Christina benar-benar tenggelam di tatapan Randika, dia ingin menyalurkan perasaannya melalui sebuah ciuman. Oleh karena itu, suasana romantis yang hening ini tercipta di depan rumah ibunya. Christina tidak berani melangkah lebih lanjut, dia berharap Randika yang biasanya agresif akan memulai duluan.

Randika menatap Christina, sepertinya dia memahami arti tatapan perempuan satu ini. Ketika Randika melangkah maju, Christina sedikit malu dan menundukan kepalanya. Namun, dalam sekejap dia mengangkat kepalanya sambil menutup matanya. Sepertinya dia sudah bertekad untuk memberanikan dirinya. Kemudian dia memeluk dan mencium Randika.

"Terima kasih telah menolongku." Suara Christina benar-benar kecil dan pelan, wajahnya sudah merah seperti tomat.

Saat Christina hendak memencet bel, tiba-tiba Randika memegang tangannya.

"Ran? Ada apa?" Christina terkejut ketika tangannya digenggam erat oleh Randika. Hatinya yang masih berdebar kencang itu sepertinya makin kencang ketika Randika memeluknya.

"Tintin, itu bukan caranya berciuman yang benar." Randika lalu tersenyum. "Sini kuajari."

"Ah? Hmm!" Christina tidak sempat berkomentar sebelum akhirnya bibirnya tertutup oleh bibir Randika.

Christina cukup terkejut ketika lidah Randika memasuki mulutnya, untuk sesaat dia melawan tetapi pada akhirnya dia pasrah dan mulai menikmatinya.

Kedua tangan Christina sudah memeluk leher Randika dan kedua tangan Randika memeluk pinggang Christina. Mereka benar-benar menikmati ciuman panas ini.

Mereka benar-benar lupa dengan waktu dan tempat hingga mereka tidak menyadari bahwa pintu rumahnya itu terbuka dan ibunya Christina keluar sambil berteriak.

"Tintin!"

Suara bahagia ibunya itu menggema di telinga mereka berdua. Tetapi ketika ibunya itu melihat Randika dan anaknya sedang asyik berciuman, ibunya ini merasa bersalah.

"Errr, mama cuma dengar ada suara dari luar jadi mama keluar untuk memeriksanya. Maaf telah merusak momen kalian, sudah lanjutin aja. Mama masuk dulu nanti kalau sudah selesai bel saja ya." Ibunya Christina ini sendiri senang melihat anaknya bermesraan dengan Randika. Sepertinya cucunya tidak lama lagi akan lahir.

Kedua orang ini benar-benar malu, Christina dengan cepat melepaskan diri dari pelukan Randika.

"Ma cukup!"

Wajah Christina benar-benar merah. Memang awalnya dia ragu mencium Randika tetapi dia mengumpulkan keberanian untuk menyalurkan perasaannya itu. Tetapi dia tidak menyangka bahwa ibunya akan keluar dan melihat mereka berciuman! Jelas suasana romantis itu sudah buyar.

Randika sendiri merasa malu. Meskipun kulitnya tebal, dia masih punya rasa malu bermesraan di depan orang tua. Bisa jadi ibunya Christina itu akan menjadi mertuanya suatu saat nanti.

"Ah tante, aku pamit dulu ya. Lain kali aku akan datang berkunjung." Randika memaksakan diri untuk tersenyum dan lari dari rumah itu. Bahkan dirinya bisa tersipu malu.

"Aduh maafkan tante ya. Tante benar-benar tidak tahu kalau kalian sedang ciuman." Ibunya itu lalu menatap anaknya. "Lain kali bawa saja anakku ini ke hotel atau kalian ingin melakukannya di kamar kabari saja, nanti tante pura-pura pergi."

"Ma! Ngomong apa mama itu? Sudah hentikan!" Christina benar-benar malu, wajahnya benar-benar merah.

"Aduh Tin kamu ini bodoh atau apa? Jangan biarkan pria sebaik Randika itu lepas, nanti nyesel lho kalau dia punya pacar." Ibunya itu lalu tersenyum dan merangkul anaknya. "Sudahlah masuk dulu, nanti mama ajarin cara merayu yang benar seperti mama dulu merayu papamu."

.........

Randika sudah berlari cukup jauh. Sebelum ini ibunya Christina menyuruh dirinya membawa anaknya itu ke hotel. Orang tua semacam itu membuat Randika tersenyum pahit, antusiasme seperti itu cukup mengerikan.

Setelah menyelesaikan masalah Christina seharian, akhirnya Randika bisa pulang ke rumah.

Total lebih dari 12 jam dia mencari dan mengejar Christina hingga ke desa Sukasari. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 12 malam, benar-benar sudah larut malam. Sepertinya dia akan langsung tidur.

Tetapi seharusnya istrinya itu sedang terlelap di tempat tidur. Ketika dirinya memikirkan Inggrid yang tidur dengan piyamanya, darah Randika segera mendidih dan dia siap bertempur sekali lagi.

Randika tertawa di dalam hati dan langsung menuju ke kamar Inggrid di lantai 2, dia siap berhubungan badan lagi dengan istrinya. Tetapi sesampainya di kamar Inggrid, suara canda dan tawa terdengar dari dalam.

Randika sedikit terkejut, dia mengintip dulu sebelum masuk. Ternyata suara itu adalah Hannah dan Inggrid yang sedang berbincang di atas kasur.

Kenapa adik iparnya ada di sini?

Randika sedikit kecewa. Karena ada Hannah di sini maka dia sama sekali tidak bisa menyentuh istrinya itu.

Sambil terus mengintip dari celah pintu, Randika memperhatikan keadaan.

Tetapi matanya justru jatuh pada leher putih istrinya itu, dia tidak sabar menjilatinya. Belum lagi dada Inggrid yang tidak memakai beha itu, sepertinya istrinya juga tidak sabar tidur dengannya. Namun, meskipun Randika ingin mengintip lebih lanjut, dia tidak bisa menjulurkan kepalanya ke dalam.

"Kak, di mana kakak ipar?" Hannah penasaran kenapa Randika tidak terlihat hari ini.

"Dia memang sedikit misterius. Terkadang aku sendiri tidak tahu dia ke mana, tetapi tenang saja, dia pasti pulang kok hari ini." Kata Inggrid sambil tersenyum.

Hannah mulai mengeluarkan tipu muslihatnya. "Kakak kok yakin begitu? Jangan-jangan kak Randika itu sedang menggoda dan selingkuh sama perempuan lain. Kakak mana tahu apa yang dia lakukan bukan?"

Mendengar hal ini, Randika mengerutkan dahinya. Sepertinya Hannah lagi-lagi berbicara buruk tentangnya, sepertinya dia perlu memberikan adik iparnya itu sebuah pelajaran.

Namun, kata-kata Inggrid membuat hati Randika sedikit lega. Istrinya itu benar-benar tidak mengecewakannya, sepertinya dia harus memberinya hadiah.

"Han, aku tahu betul kok seperti apa Randika itu. Meskipun dia terlihat genit, dia benar-benar lelaki yang baik. Aku percaya dengannya dan meskipun dia suka menghilang, aku yakin dia punya alasan yang baik." Kata Inggrid sambil tersenyum manis.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.