Legenda Dewa Harem

Chapter 188: Rencana Balas Dendam



Chapter 188: Rencana Balas Dendam

Melihat suruhan keluarga Alfred itu pulang dengan terseok-seok, Randika kembali ke dalam rumah. Pada saat ini Inggrid sedang berjalan menuju lantai bawah.

"Ada apa?" Tanya Inggrid dengan nada serius.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya habis menghirup udara segar." Kata Randika dengan wajah tersenyum. "Ah Ibu Ipah, apa sarapannya sudah siap? Aku benar-benar lapar."

Melihat Randika yang mengubah topik, Inggrid masih sedikit penasaran tetapi dia membiarkannya.

Setelah sarapan, Inggrid dan Randika berangkat bersama menuju kantor. Setibanya di sana, Randika langsung berangkat menuju laboratoriumnya dan meneruskan ramuan X.

Setelah dirinya sendirian, Randika mulai merasa cemas di hatinya. Apa yang terjadi semalam benar-benar di luar dugaannya. Dia tidak menyangka bahwa Hans akan tiba-tiba kembali ke kota ini dan menculik Inggrid lagi. Kematiannya benar-benar tidak bisa dihindari, bahkan jika dia harus menyinggung keluarga Alfred.

Sudah dapat dipastikan bahwa keluarga Alfred tidak akan melepaskan masalah ini begitu saja dan sekarang tujuan Randika adalah menyembuhkan dirinya agar dapat bertarung kapan saja dan di mana saja.

Jika bukan karena kekuatan misterius dalam tubuhnya, Randika bisa mengeluarkan kekuatan penuhnya yang membuat dirinya dijuluki Ares sang Dewa Perang dari 12 Dewa Olimpus.

Sayangnya, Randika akhir-akhir ini hanya bertarung dengan para semut. Jika dia bertemu dengan sesama 12 Dewa Olimpus atau dikepung ahli bela diri dari daftar Dewa lebih dari 10 orang, mengacu terhadap pertarungannya dengan kloning Bulan Kegelapan, dengan kondisinya yang sekarang maka semua itu akan menjadi pertarungan yang menyulitkan.

Sesampainya di laboratorium, timnya dan Viona sudah bekerja. Viona memang masih seorang ahli parfum, tetapi ketika Randika memutuskan bahwa dia perlu mengerjakan ramuan X maka secara otomatis membuat Viona mengikuti dirinya. Hal ini juga sedikit melegakan hati Randika.

Terlebih lagi, figur tubuh Viona membuat dirinya dan laki-laki lain tidak bisa melepaskan mata mereka. Viona memakai rok ketat yang pendek dan sepatu hak sehingga menonjolkan pantatnya.

Di tubuh bagian atas, Viona memakai baju kemeja putih yang membuat pakaian dalamnya transparan, wajahnya memakai make up yang tidak terlalu tebal, lipstik merah cerah, dan semua itu ditutup dengan senyuman manis yang mampu membuat para lelaki ingin menindihnya.

Belum lagi kaki panjangnya yang mulus tertutupi oleh stocking jala itu benar-benar menggoda, sepertinya permainan guru dan murid akan menjadi favorit bagi laki-laki yang ada di laboratorium.

Viona lalu memperhatikan Randika, dia menatap pria idamannya itu dengan tatapan manis dan hati yang hangat. Dia berpakaian sedikit berani seperti ini hanya untuk Randika jadi jika Randika tidak menyukainya maka usahanya ini sama saja dengan percuma.

"Vi, tolong ambilkan aku kopi." Kata Randika.

Ketika Viona memberikan kopinya, mata Randika sudah bekerja dan menyadari bahwa semua orang masih sibuk bekerja dan tidak ada yang menatapi mereka. Dengan cepat Randika meremas pantat Viona dan tangan satunya menerima kopi tersebut.

Viona sedikit terkejut dan langsung tersipu malu, Randika lalu mengambil kembali tangannya dan menulis di atas kertas.

Viona memperhatikannya dan Randika hanya menuliskan satu kata yaitu toilet!

Memikirkan artinya, Viona merasa sudah tidak bisa menahan dirinya lagi dan tidak sabar bertemu dengan Randika. Melihat Randika berkedip padanya setelah dia pergi dari ruangan, Viona terlihat malu-malu. Setidaknya dia harus memberi sedikit jeda biar tidak ada orang yang curiga.

Randika senang dengan kemajuan ramuan X serta kemajuan hubungannya dengan Viona.

Sementara itu di Jakarta.

"Apa?"

Ivan, kepala keluarga dari keluarga Alfred, mendengarkan laporan dari anak buahnya dari balik telepon. Sepertinya seluruh tubuhnya benar-benar terkejut oleh laporan ini.

"Ulangi lagi kata-katamu." Nada tidak percaya bisa terdengar dari suara Ivan.

"Tuan, tuan muda telah mati."

Suara anak buahnya itu terdengar pelan, dia aslinya segan memberi kabar buruk seperti ini.

"Siapa pelakunya?" Ivan memaksa dirinya untuk tetap tenang dan bertanya setenang mungkin.

"Randika dari kota Cendrawasih."

DUAK!

Ivan benar-benar marah, dia sudah membanting HPnya dan membanting semua barang yang ada di atas meja. Bahkan sampai meja itu dia banting, rasa kesal di dalam hatinya masih belum hilang. Ivan lalu menendang pot bunga yang ada di sampingnya.

"Aku akan membunuhmu!"

Semua orang yang ada di dalam ruangan tidak berani berkomentar. Pertama kalinya mereka melihat tuan besar mereka marah sedemikian rupa.

"Panggil keluarga inti yang lain untuk rapat!" Ivan berkata pada anaknya yang ada di samping. Mendengar kata-kata ayahnya ini, dia langsung membungkuk dan pergi.

Tak lama kemudian, pertemuan mendadak keluarga Alfred akhirnya dimulai. Pertemuan ini bukanlah yang pertama, ini adalah pertemuan mendadak mereka yang kedua yang hanya berjarak beberapa hari. Yang pertama diadakan via telepon karena banyak anggota keluarga inti yang sedang tidak ada di rumah. Yang menjadi persamaannya adalah topik mereka yaitu masalah mengenai orang yang bernama Randika.

"Hans telah mati." Ivan menatap pada semua orang yang hadir. Orang-orang yang hadir adalah para penatua dan petinggi dari keluarga Alfred.

"Apa? Anakmu mati?"

"Kenapa bisa? Apa dia dibunuh?"

Kabar ini benar-benar membuat mereka semua geram. Hans adalah keturunan dari sang kepala keluarga, dengan kata lain dialah kandidat penerus kepala keluarga dari keluarga aristokrat ini. Jika benar bahwa Hans telah dibunuh oleh orang, ini adalah penghinaan terbesar yang pernah diterima oleh keluarga ini!

Kejadian ini benar-benar menampar wajah keluarga Alfred apabila sampai terdengar oleh orang luar, mereka harus memikirkan masalah ini dengan serius.

Untuk sesaat, darah semua orang mendidih dan ingin menguliti hidup-hidup orang yang telah menyinggung keluarga mereka ini.

"Orang yang membunuhnya adalah Randika, pemuda yang menyerang Hans sebelumnya." Pada saat ini Ivan berbicara kembali setelah terdiam sesaat. Dalam sekejap, semua orang yang hadir terdiam.

Setelah kesunyian beberapa saat, seseorang akhirnya angkat bicara. "Orang yang ada di balik Randika itu benar-benar tidak bisa kita singgung."

"Tetapi belum pernah ada orang yang berani mengusik keluarga kita sebelumnya." Seseorang membalas. "Sejak kapan kita diam dan patuh dengan orang lain?"

Berbicara mengenai kekuatan yang mendukung Randika dari belakang itu, semua orang di keluarga Alfred benar-benar tidak berani berurusan dengannya. Sepertinya kejadian mereka sebelumnya dengan kakek Randika di rumah keluarga Laibahas itu membuat mereka merasakan teror yang telah terlupakan.

"Bagaimanapun juga, Randika harus mati untuk menebus dosanya!" Melihat debat keluarganya yang semakin keluar jalur, Ivan mengutarakan pendapatnya. Tatapan matanya benar-benar dipenuhi dengan api kebencian.

"Si tua bangka itu memang kuat dan kita tidak bisa apa-apa terhadapnya. Tetapi bulan depan akan ada event besar, si tua bangka itu pasti tidak akan punya waktu untuk mengawasi kita, jadi pada saat itu Randika akan mati di tangan kita!" Kata Ivan.

Meskipun orang-orang ini tidak tahu event apa yang dimaksud oleh Ivan, mereka tidak berani membantah ataupun berkomentar setelah melihat api kemarahan dari dalam diri Ivan. Terlebih, jika keluarga Alfred menggunakan seluruh aset dan kekuatan mereka, bahkan dunia pun bisa mereka taklukan.

......

Randika tiba-tiba bersin, sepertinya ada yang sedang membicarakan dirinya?

"Vi, tolong ambilkan sampel di lantai atas ya." Kata Randika pada Viona. Selama beberapa menit menunggu di toilet, Viona tidak datang dan hal ini membuat Randika sedikit sedih.

Sepertinya Viona tidak ingin hubungannya ini ketahuan jadi mungkin Viona berusaha menahan dirinya.

Tetapi setelah melihat pantat Viona yang melewati dirinya itu, Randika dengan hati-hati meremasnya sekali lagi. Viona sedikit terkejut dan tersipu malu, dia sudah tidak bisa menghitung sudah berapa kali Randika menggoda dirinya. Randika makin lama makin berani meskipun mereka masih ada di dalam tempat kerja mereka dan banyak mata yang mengawasi.

Tetapi, sepertinya ketegangan ini membuat Viona semakin terangsang.

Pada saat yang sama, ramuan X mengalami kemajuan sedikit. Randika menatap cairan berwarna abu-abu itu di tabung reaksinya. Setelah diperiksa, sepertinya ini sedikit lebih baik daripada sebelumnya.

Perkembangan ramuan X ini sudah berada di jalur yang benar, alangkah baiknya apabila dia masih mempunyai waktu beberapa bulan tetapi situasi dirinya ini membuat dirinya tidak punya waktu yang cukup.

Seharian ini Randika dan timnya benar-benar sibuk dan pada saat jam makan siang, Randika ingin mengajak Viona makan bersama tetapi dia menyaksikan dengan matanya Viona dibawa pergi oleh teman-temannya.

"Vi, ada promo makan 5 gratis 1! Kita langsung cabut!" Temannya itu tidak menerima kata tidak.

Lagi-lagi hati Randika menjadi sedih ketika melihat Viona dibawa pergi.

Di tengah keterpurukannya, Randika memutuskan untuk makan sendirian karena dia sedang ngidam makan iga penyet.

Setibanya di depan restoran, ketika dia hendak membuka pintu, Randika tiba-tiba merasakan seluruh tubuhnya menjadi kaku. Dalam sekejap, tenaga dalam di dalam dirinya bergejolak bagaikan tsunami. Energi tersebut hendak melahapnya hidup-hidup dalam sekali gerak.

Keringat segera membanjiri dirinya dari atas ke bawah. Tubuhnya benar-benar berkeringat sedangkan tubuhnya sendiri kedinginan seperti sedang di kutub utara.

Melihat bahwa dirinya hendak lepas kendali, Randika dengan cepat mengambil dan meminum obat yang didapatnya dari kakek ketiga. Sesudahnya obat itu masuk ke dalam tubuhnya, ia langsung bekerja dengan cepat. Pada saat ini, energinya yang bergejolak itu bertemu dengan energi yang berasal dari obat, tsunami tersebut langsung menjadi surut.

Whoa!

Randika menghembuskan napas dalam-dalam. Untungnya saja dia berhasil mengendalikan tubuhnya, kalau tidak bisa-bisa dia pingsan di tempat ini.

Efek samping dari obat ini mulai nendang, Randika tidak bisa menahan nafsunya yang mulai menguasai dirinya. Setiap perempuan yang dilihat sudah bagaikan perempuan sexy yang mengundang dirinya untuk berhubungan badan.

Sambil terhuyung-huyung, Randika berusaha mencari tempat yang teduh dan jauh dari orang-orang. Nafsu birahinya yang besar ini bisa-bisa membuatnya gelap mata dan menyerang perempuan.

Tanpa disengaja, Deviana sedang di dekat sana untuk mencari tempat makan siang. Melihat sosok yang dikenalnya, Deviana memutuskan untuk menyapa Randika. Tetapi cara berjalan dan tangan yang mencengkeram erat dadanya itu, membuat Deviana penasaran apa yang sedang terjadi pada Randika.

"Hei, kamu tidak apa-apa?" Deviana berhasil menghampiri Randika dan memegang pundaknya. Ketika Randika berputar, Deviana sedikit ketakutan melihatnya.

Wajahnya Randika benar-benar merah dan lehernya sudah berwarna pink. Belum lagi, tatapan matanya itu terlihat tajam sekali dan napasnya terlihat berat.

"Ran kamu kenapa?" Deviana bingung apa yang harus dia lakukan. "Apakah kamu"

Namun, sebelum dia dapat selesai bertanya, Randika memeluknya dengan kedua tangan.

"Ah! Apa yang kamu lakukan!?"

Ketika Deviana hendak melepaskan diri, Randika sudah mencium bibirnya!

Dalam sekejap Deviana terkejut dan bingung, dia tidak percaya dengan tindakan Randika ini.

Meskipun Randika mesum dan pernah merabanya, sebelumnya Randika tidak pernah seperti ini. Kali ini Randika benar-benar memaksa dirinya untuk berciuman.

Deviana yang berharga diri tinggi merasa dirinya dilecehkan, dengan cepat dia mendorong Randika.

Setelah menginjak kaki Randika beberapa kali, akhirnya Randika melepaskan bibirnya dan Deviana memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan dirinya.

"Aku tidak menyangka kamu lelaki seperti ini." Kata Deviana dengan wajah jijik.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.