Legenda Dewa Harem

Chapter 143: Pertemuan Randika dengan Deviana



Chapter 143: Pertemuan Randika dengan Deviana

Seorang perempuan akan berdandan habis-habisan kalau demi pujaan hatinya, Randika merasa hal ini cukup benar.

Sepertinya Viona sudah jatuh di dalam pelukannya.

Jadi meneruskan ini sampai ke babak utama harusnya tidak masalah!

Kemudian Randika kembali merangkul Viona. Sambil menggigit telinganya, kedua tangannya meremas-remas pantatnya yang kenyal itu.

Asyik!

Viona tidak bisa menahan desahan nikmatnya. Dia sendiri tidak percaya bahwa dia bisa mendesah erotis seperti itu. Randika memang benar-benar mengenal dirinya baik tubuhnya maupun hatinya.

Viona sudah tidak bisa menahan perasaan sukanya ini. Sudah lama dia membuka hati dan tubuhnya pada Randika.

"Vi, jawab aku dengan jujur atau aku akan menghukummu." Randika berbisik di telinga Viona.

Viona saat ini sudah tenggelam dalam kenikmatan dan napasnya sudah terengah-engah. Melihat Viona yang sudah mulai lemas ini, Randika teringat sosok kucing yang tidak mau lepas dari majikannya.

Sepertinya dia berhasil membuat Viona keluar?

Randika sedikit terkejut sekaligus merasa senang. Sepertinya teknik miliknya ini tidak berkarat meskipun sudah lama tidak bermain. Di masa lalu, dia berhasil membuat perempuan-perempuan Eropa yang liar itu keluar dalam hitungan detik berkat tekniknya itu.

Ah, kenapa aku melantur seperti itu?

Yang membuat Randika khawatir adalah mereka sekarang masih berada di perusahaan tempat mereka bekerja. Terlebih mereka sedang ada di ruangan kosong dan tidak ada kasur, apakah mereka akan melakukannya dengan berdiri?

Meskipun Randika tidak masalah dengan hal tersebut, bagaimanapun juga, ini adalah pengalaman pertama Viona, tidak mungkin Randika melakukannya di tempat seperti ini. Belum lagi nanti cara berjalannya Viona tidak karuan.

Viona sendiri masih berdiri linglung melihat Randika, dia baru pertama kali merasakan sensasi keluar yang nikmat seperti ini. Memang dibuat keluar oleh orang lain berbeda dengan melakukannya sendiri.

Setelah berpikir sejenak, Randika memutuskan tidak meneruskannya. Dia sendiri sudah merasa puas berciuman dan membuat Viona keluar. Kalau mereka sampai melakukannya, dia khawatir rumor akan beredar dan itu tidak bagus untuk karier Viona.

Setelah menenangkan diri, Viona membetulkan roknya. Roknya menjadi saksi bisu kebrutalan tangan Randika sebelumnya. Belum lagi celana dalamnya yang basah itu harus dia tutupi seharian ini.

Setelah mempersiapkan diri, keduanya keluar dari ruangan dengan santai. Randika lalu tersenyum saat melihat sosok punggung Viona. Sepertinya dia harus melatih Viona beberapa kali lagi sampai dia benar-benar tidak bisa lepas dari dirinya. Sifat masokis Viona mungkin juga akan makin kuat seiring berjalannya waktu.

Viona hanya bisa berjalan sambil menundukan kepalanya. Ketika mereka berduaan Viona tidak bisa menahan rasa sukanya pada Randika tetapi, ketika mereka di depan publik Viona masih merasa malu untuk mengungkapkannya.

Keduanya lalu kembali bekerja.

...

Saat makan siang, Randika awalnya ingin mengajak Viona untuk makan bersama. Tetapi, dia melihat bahwa Viona sudah diajak oleh ahli parfum lainnya. Demi kerahasiaan mereka, Randika hanya bisa pasrah.

Di perusahaan ini memang ada kantin tetapi kebanyakan orang senang makan di luar sambil menghirup udara segar ataupun memesan makanan. Bahkan Inggrid seringkali memesan makanan dari luar.

Karena bosan dengan makanan kantin dan sedang tidak ada promo delivery, Randika memutuskan untuk makan di luar.

Dia berjalan keluar dari gedung dan langsung disambut teriknya matahari. Randika cuma bisa menghela napas menghadapi panas matahari ini. Mau tidak mau, dia berjalan menuju restoran di dekat perusahaannya.

Melihat-lihat restoran yang ada, Randika menyadari ada sosok familiar yang juga sedang berjalan.

Bukankah itu Deviana? Sedang apa bunga indah dari kepolisian Cendrawasih ini?

Melihat sosok Deviana yang tidak sendirian, Randika mengerutkan dahinya dan memutuskan untuk mengikutinya.

Suasana hati Deviana sedang tidak bagus. Dia benar-benar memasang ekspresi jijik dan tegas di wajah cantiknya hari ini. Mungkinkah karena teman berjalannya itu?

"Dev, makanan hotel itu enak-enak. Terakhir kali aku menginap, makanannya benar-benar mengena di perut." Teman berjalan Deviana hari ini adalah pria paruh baya bernama Yosef. Dengan senyuman di wajahnya, dia dengan santai menjulurkan tangannya dan berniat untuk merangkul pinggal Deviana.

Namun reaksi Deviana jauh lebih cepat, dalam sekejap dia sudah menghindar. Tetapi Yosef sendiri juga cepat dan berhasil memegang pinggang ramping Deviana itu.

Deviana terkejut dengan kecepatan pria ini, tangannya dengan cepat menyingkirkan tangan Yosef itu dari pinggangnya sambil mengatakan. "Maaf, aku gila kebersihan."

"Ha ha ha." Yosef hanya bisa tertawa. "Kamu memang menarik. Tidak banyak orang yang berani melawanku. Sifat keras kepalamu itu cukup menarik."

"Baiklah cepat kita pergi!" Kali ini Yosef tidak merangkul maupun menggandeng Deviana, dia hanya berjalan menuju hotelnya menginap.

Tatapan mata Deviana benar-benar sedingin salju, tetapi dia hanya bisa mengikuti orang itu.

Deviana benar-benar tidak ingin menemani pria berengsek itu, tetapi dia terpaksa. Lebih tepatnya dia bukan menemani pria itu tetapi dia sedang menjalankan tugas. Ketika dirinya pagi ini datang ke ruangan direktur karena panggilan tugas, dia menemukan atasannya itu sedang berbicara dan bercanda dengan pria bernama Yosef itu. Lalu secara tiba-tiba Yosef ingin dirinya menemaninya hari ini.

Tentu saja Deviana menolaknya tetapi direkturnya berkata padanya dengan nada dingin. "Orang ini adalah tamu kehormatan dari kota besar. Kamu tidak bisa menolak permintaannya. Tuan Yosef akan berada di kota ini selama beberapa hari dan kamu harus menemaninya selama dia ada di sini."

Dengan kata lain, Deviana sedang dijual!

Ketika Deviana ingin menolaknya, atasannya itu dengan cepat membentak dirinya. "Ini adalah perintah!"

Mau tidak mau, Deviana menemani Yosef pergi ke mana pun selama dia di kota Cendrawasih.

Sepanjang jalan Deviana hanya bisa memasang ekspresi cemberut dan dingin, sama sekali tidak mau berbicara. Namun, Yosef sama sekali tidak peduli. Dia hanya terus berbicara tanpa henti dan memuji pemandangan kota Cendrawasih yang berkembang ini. Sekarang dia telah membeli sebotol wine dan akan menikmatinya di kamar hotelnya.

Dia akan melihat bagaimana polisi cantik ini melayani dirinya ketika sudah berada di kamarnya.

"Jangan khawatir, setelah beberapa hari bersamaku aku bisa menjamin posisimu hanya lebih rendah dari direktur. Bahkan ketika bajingan itu pensiun, kamu akan menggantikannya!" Lalu Yosef menatap Deviana dengan wajah tersenyum. "Tapi tentu saja, itu semua tergantung dengan pelayananmu padaku selama beberapa hari ini. Aku harap kamu bisa memuaskan diriku."

"Huh!" Deviana hanya memalingkan wajahnya.

"Ha ha ha, kau memang perempuan yang menarik." Yosef tidak marah, justru dia tertawa. "Beberapa hari ini kau akan menemaniku siang dan malam. Kalau tidak, siap-siaplah melepas seluruh atributmu itu dan mencari pekerjaan yang lain."

"Kau mengancamku?" Deviana mengerutkan dahinya dan tatapan matanya dipenuhi dengan api kemarahan. Sebuah ancaman adalah hal yang paling dibencinya dalam dunia ini.

"Sepertinya kau salah memahami kata-kataku." Kata Yosef sambil tersenyum. "Aku tidak pernah mengancam orang, aku hanya memberikan orang pilihan."

Melihat Deviana yang pasrah, Yosef berkata sekali lagi. "Kamu ingin berhenti menjadi polisi?"

Melihat senyuman menjijikan itu, Deviana benar-benar ingin memukulnya hingga mati.

Dasar pria bajingan!

Dalam hatinya Deviana sudah memaki habis-habisan orang ini. Namun pada saat ini, tiba-tiba suara orang terdengar dari arah belakang. "Oh? Selamat siang Bu Devi! Sedang mengintai lagi?"

Mendengar suara ini hati Deviana benar-benar merasa lega. Entah sejak kapan namun sejak ada Randika, dia merasa bahwa ada orang kuat yang bisa dia andalkan. Mungkin hari ini dia akan bersandar pada temannya itu.

Yosef juga menoleh ke arah Randika dan mengerutkan dahinya. Namun sebelum dia berhasil mengomentari kedatangan Randika, kata-kata berikut yang keluar dari mulut Randika membuatnya murka.

"Hmm? Pria itu adalah penjahat yang kamu tangkap?"


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.