Legenda Dewa Harem

Chapter 155: Lampu Hijau



Chapter 155: Lampu Hijau

Randika lalu membawa Inggrid kembali ke rumah. Melihat nona mudanya itu kembali, Ibu Ipah menangis bukan main. Mereka berdua langsung berpelukan dan Ibu Ipah tidak berhenti meminta maaf.

Para pendekar yang dibawa Yosef ke rumah ini sudah tidak ada, tetapi kekacauan yang ditimbulkannya masih tetap ada. Luka Ibu Ipah tidak memungkinkannya untuk membereskan ini semua.

Namun, semua ini hanyalah masalah kecil. Yang paling penting adalah Inggrid berhasil pulang dengan selamat.

"Apa nona lapar? Ibu akan menyiapkan sesuatu." Kata Ibu Ipah dengan cepat.

Inggrid mengangguk dan Ibu Ipah segera pergi ke dapur.

Melihat wajah pucat Inggrid, Randika merasa hatinya menjadi sakit. Dia lalu menggendong belahan jiwanya itu ke sofa.

Mereka berdua hanya duduk dengan diam sambil berpegangan tangan.

Setelah makan malam bersama-sama, Inggrid merasa dirinya benar-benar capek dan ingin kembali ke kamarnya untuk tidur.

Sambil menggendong Inggrid, Randika ikut masuk ke kamarnya.

"Beristirahatlah dengan tenang ya sayang, besok kamu tidak usah masuk ke kantor." Kata Randika dengan nada lembut.

Randika kemudian mengecup dahi Inggrid sambil tersenyum tulus.

"Iya." Inggrid hanya mengangguk pelan.

"Kalau begitu selamat beristirahat." Randika lalu berdiri. Setelah menutup tirai jendela, Randika hendak pergi dari ruangannya.

"Tunggu..." Inggrid tiba-tiba menangkap tangan Randika.

"Kenapa sayang?" Randika tampak bingung.

"Tunggu aku sampai tertidur." Kata Inggrid dengan suara yang sangat pelan.

Randika lalu tersenyum dan duduk di samping Inggrid yang sedang tiduran. "Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menunggumu sampai kamu tertidur. Beristirahatlah dengan tenang."

Inggrid langsung tersipu malu, hatinya terasa hangat.

Setelah memejam mata beberapa saat, Inggrid mengatakan. "Ran aku tidak bisa tidur."

"Hahaha kalau gitu ayo kita lihat TV."

Inggrid masih khawatir dengan keluarga Alfred.

Kekuatan dan pengaruh keluarga Alfred bukanlah main-main. Itulah kenapa seorang suruhan seperti Yosef berani berjalan dengan tubuh yang tegak. Itu semua karena reputasi keluarga Alfred yang benar-benar luas.

Keluarga Alfred benar-benar mampu mengguncang bumi dan memutar langit hanya dengan satu malam. Hal ini membuat Inggrid tidak bisa tidur.

Melihat wajah resah Inggrid, Randika memeluk pundaknya sambil terus menonton TV yang ada di dalam kamar.

"Sayang, kamu tidak usah khawatir. Suamimu ada di sini dan selalu akan melindungimu. Keluarga Alfred itu tidak akan bisa menyentuhku ataupun menyurimu lagi seperti tadi. Mereka tidak punya kekuatan untuk melawanku."

Namun Inggrid masih mengerutkan dahinya. Kata-kata Randika hanya terdengar seperti penghiburan sementara baginya. Yang membuatnya makin resah adalah Randika membunuh kedua pendekar kelas atas dan Yosef untuk menyelamatkan dirinya. Terlebih lagi Randika melukai Henry, keluarga Alfred pasti tidak akan tinggal diam.

Inggrid menghela napas di dalam hatinya. Satu-satunya jalan terbaik adalah meminta maaf pada keluarga Alfred dan kembali ke Jakarta. Setelah dia memutus hubungannya dengan Randika, seharusnya mereka tidak akan mengincar suaminya ini.

Setelah dia kembali ke Jakarta, dirinya akan memenuhi perjanjian keluarganya dan menikahi Henry.

"Kenapa kamu masih terlihat khawatir seperti itu?" Randika pura-pura terlihat tidak senang. "Kalau kamu terus seperti itu, lama-lama aku akan menghukummu. Masih berani tidak percaya dengan suamimu ini?

Inggrid hanya menatap diam Randika. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk mengingat-ingat pertemuan pertama mereka. Pria ini hanyalah seorang penjual mie ayam yang kasar dan bau keringat, tetapi setelah itu dia membantu dirinya mengembangkan parfum, mengusir laki-laki mesum yang mengejar dirinya. Belum lagi dia menyelamatkan dirinya dari serangan seorang pembunuh, menemani dirinya ke kota Merak dan membantu dirinya secara diam-diam untuk mendapatkan kontrak kerja yang menguntungkan. Semua hal ini melintas secara bersamaan di pikiran Inggrid.

Ketika Randika menggoda dirinya, meraba dirinya, bahkan kemarin dia semalaman bercumbu dengannya, semua itu membekas di dalam dirinya.

Pada saat ini, Inggrid akhirnya sadar setelah hidup bersama-sama dengannya, dia telah jatuh cinta pada Randika.

"Hmm? Kenapa?" Randika menatap Inggrid yang terus terdiam itu, dia lalu tersenyum hangat. Dia sendiri bingung, kenapa istrinya diam saja?

"Ran, kamu ingat ketika kita pertama kali bertemu?" Tanya Inggrid.

"Tentu saja aku ingat. Pada saat itu kamu mengancamku bisa melenyapkanku dengan 100 cara dari kota ini." Kata Randika sambil tertawa. Pada saat itu dia tidak menyangka akan diajak menikah oleh seorang perempuan cantik setelah dia tiba di Indonesia.

Inggrid lalu berkata dengan wajah yang memerah. "Kamu sendiri yang memaksaku berkata seperti itu."

Inggrid lalu mengenang masa lalu itu. Dia mengingat saat di mana perusahaannya membutuhkan uang dan seseorang misterius dari dunia bawah tanah menyuruh Inggrid menikahi Randika sebagai syarat peminjaman uang. Meskipun awalnya tidak mau, Inggrid terpaksa setuju demi ambisinya. Tapi Inggrid sendiri tidak menyangka, orang itu akan menjadi pangeran yang benar-benar mencuri hatinya.

Jika Randika tahu hal tersebut, dia dapat dengan mudah menebak bahwa orang itu adalah Bulan Kegelapan. Musuhnya itu berusaha membuat Inggrid menjadi kelemahan Randika. Jika rencana Bulan Kegelapan berjalan lancar, Randika akan jatuh cinta pada Inggrid dan Ares akan mudah dikendalikan.

Bulan Kegelapan menyadari ini sejak lama, kelemahan Ares sang dewa perang adalah perempuan. Pada saat itu Bulan Kegelapan beranggapan bahwa itu adalah kelemahan terbesar Randika.

Beberapa kali Inggrid diracuni dan diserang, tetapi takdir berkata lain. Randika berhasil menyelamatkan Inggrid dan keduanya makin dekat karenanya.

Kedua pasangan ini mulai bercerita mengenai pertemuan pertama mereka dan bagaimana Randika selalu meraba dirinya.

Dari waktu ke waktu, Inggrid selalu tersenyum manis dan Randika akan mengusap kepalanya. Merasa malu, Inggrid memukul pelan Randika seperti anak kecil.

Inikah kebahagiaan?

Inggrid benar-benar merasa hangat, dia tidak menyangka jatuh cinta akan semenyenangkan ini.

Waktu berjalan dengan cepat, tanpa sadar 1 jam telah berlalu. Randika lalu berkata dengan nada lembut. "Sayang, hari sudah malam dan kamu perlu istirahat. Besok kita akan menjauhi pekerjaan dan menikmati hari berdua saja bagaimana?"

Inggrid mengangguk pelan. Tetapi ketika melihat Randika yang hendak berdiri, Inggrid menarik tangannya dan berkata dari balik selimut. "Kamu hari ini tidur di sini saja."

Setelah mengatakannya, jantung Inggrid berdetak dengan hebat dan wajahnya sudah merah sekali.

Tidur bersama?

Randika terkejut kemudian dia menatap Inggrid yang bersembunyi di balik selimut.

Mungkinkah penantiannya akan berakhir?

Randika langsung tersenyum, sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang.

"Baiklah."

Randika tidak sungkan-sungkan. Dia segera masuk ke dalam selimut sambil tersenyum. Semua proses ini tidak lebih dari 3 detik.

Melihat tubuh Randika dari balik selimut, Inggrid menjadi panik. "Tolong matikan lampunya."

Oh? Pengen dalam keadaan gelap? Tidak masalah!

Lebih cepat dari petir, Randika sudah mematikan lampu dan tiduran kembali di kasur. Kedua orang ini terdiam cukup lama. Ruangannya sudah gelap gulita dan hening. Oleh karena itu, suara detak jantung Inggrid benar-benar menggema di kedua telinga mereka.

Tangan Randika secara perlahan bersentuhan dengan tangan Inggrid. Ketika tangannya itu bersentuhan, dia merasa Inggrid tiba-tiba gemetaran.

Namun, Inggrid tiba-tiba menggenggam tangannya.

Lampu hijau!

Randika menjadi senang bukan main. Dia dengan cepat masuk ke dalam selimut dan menindih Inggrid.

Inggrid hanya menutup matanya. Meskipun sedikit takut, hari ini dia memutuskan menerima cinta Randika.

Tetapi setelah menunggu cukup lama, tidak terjadi apa-apa. Mau tidak mau, Inggrid membuka matanya sambil penasaran. Ternyata dia melihat Randika sedang menatap dirinya.

"Kamu benar-benar cantik." Kata Randika sebelum mencium Inggrid!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.