Legenda Dewa Harem

Chapter 163: Perjuangan yang Sepadan



Chapter 163: Perjuangan yang Sepadan

Di bawah tatapan semua orang, kedua kepala keluarga paling berpengaruh di Jakarta itu menghampiri si kakek. Seperti anak kecil yang patuh, mereka berdua menundukan kepalanya dan menunggu instruksi lebih lanjut.

Jarak mereka sedikit jauh dari kerumunan jadi tidak ada yang dapat mendengar apa yang dikatakan si kakek. Mereka hanya bisa melihat si kakek seperti sedang memberi nasihat pada kedua kepala keluarga itu. Jack dan Ivan mengangguk dengan semangat, takut kalau mengangguk pelan akan membuat si kakek tersinggung.

Kemudian kakek kedua datang menghampiri Inggrid dan menatapnya dari atas ke bawah.

Inggrid awalnya bingung harus berbuat apa, tetapi kakek kedua hanya tersenyum sambil mengangguk puas. "Kau adalah gadis yang baik."

"Jangan lupa bawa kedua orang itu ke rumah sakit."

Kemudian kakek kedua memakai topinya dan pergi dari situ.

Melihat kepergian si kakek, semua orang masih terdiam. Apa yang telah terjadi?

Setelah kakek itu pergi, kedua wajah Ivan dan Jack segera cerah kembali. Ivan dengan cepat membawa orang-orangnya pergi dan Jack menutup rapat-rapat pintu rumahnya.

Dalam sekejap, hanya Inggrid, Randika dan Indra berada di halaman rumah keluarga Laibahas. Boneka ginseng yang daritadi bersembunyi akhirnya keluar dan mendatangi Indra.

Inggrid masih kebingungan, dia lalu tenggelam dalam pikirannya. Akhirnya dia bisa menyusun teka-teki ini, apakah kakek itu sedang memeriksa dirinya pantas untuk menjadi menantunya?

Sambil menggelengkan kepalanya, Inggrid dengan cepat membawa Randika dan Indra ke rumah sakit.

.....

Di rumah sakit, Randika dan Indra tidak berada di kamar yang sama. Alasannya sederhana karena luka yang dialami oleh Randika jauh lebih buruk daripada Indra.

Meskipun Indra bersimbah darah di seluruh tubuhnya, itu semua tidak berbahaya bahkan dengan sedikit perawatan luka-luka Indra itu dapat segera sembuh. Namun, kondisi Randika jauh lebih mengkhawatirkan. Luka-lukanya itu menjalar sampai ke organ-organnya dan perlu perawatan ekstra.

Randika sekarang sedang berbaring di ranjangnya sambil ditemani Inggrid yang duduk di sampingnya. Seluruh ruangan VVIP ini dikhususkan untuk Randika.

Inggrid sedang mengupas apel dan Randika hanya menatap Inggrid sambil terdiam.

"Dimakan ya." Kata Inggrid dengan lembut. Dia kemudian menyerahkan mangkok penuh apel pada Randika. Namun, Randika menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Inggrid dengan wajah bingung.

Randika lalu berkata sambil tersenyum. "Tubuhku sakit semua dan tanganku tidak mau bergerak. Tentu saja aku berharap istriku yang cantik itu menyuapiku."

Inggrid tersipu malu, tetapi dia tidak menolaknya. Dia mengambil sebuah apel dan menyerahkannya pada Randika.

"Sayang, bukan begitu caranya menyuapi." Randika tertawa, senyuman nakalnya segera naik.

"Terus bagaimana caranya yang benar?" Inggrid terlihat bingung.

"Tentu saja dengan mulut." Kata Randika sambil tersenyum.

Inggrid terlihat ragu-ragu.

"Apa yang kamu takuti? Bukankah hal yang wajar seorang istri menyuapi suaminya? Sudah jangan takut, kalau ada yang berani macam-macam kuhajar mereka." Kata Randika sambil memperhatikan bibir lembut Inggrid. Setelah merasakan buah terlarang itu, dia semakin mendambakan bibir Inggrid lagi dan lagi. Dia tidak sabar mencicipinya lagi.

Wajah Inggrid sudah benar-benar merah. Setelah ragu sedikit, dia menggigit sepotong apel dan menyuapkannya pada Randika dengan mulutnya.

Randika, tentu saja, mengambil apel itu tanpa ragu sekaligus merasakan bibir istrinya.

"Benar-benar enak." Randika mengangguk. Tetapi dia masih belum puas.

"Sayang, aku masih lapar." Kata Randika.

Inggrid tidak menolak, lagipula Randika adalah suaminya.

Inggrid kembali mengambil sepotong apel dan memberikannya mulut ke mulut.

Kali ini, Randika tidak membiarkan bibir Inggrid kabur. Mereka berciuman kurang lebih 2 menit.

Ketika merasa istrinya itu kehabisan napas, Randika melepasnya.

Melihat wajah Inggrid yang tersipu malu, Randika merasa puas. Lagipula dia tidak boleh melakukan hal yang berlebihan.

Randika memang pria yang memikirkan perempuan selama 24 jam dalam hidupnya tetapi dia adalah orang yang berpengertian. Bisa dikatakan dia adalah lelaki mesum yang jentelmen. Semua ada tempat dan waktunya, bahkan dia tidak ingin melakukannya di tempat umum. Suasana intim dan romantis adalah kunci mendapatkan pengalaman menyenangkan.

Randika lalu menatap Inggrid sambil tersenyum. Semua perjuangannya itu benar-benar sepadan.

Inggrid juga menatap Randika, dan ketika dia menatap senyumannya Randika itu, entah kenapa hatinya jadi terasa sakit.

"Maafkan aku."

Melihat Inggrid yang tiba-tiba menangis, Randika menjadi panik. Dia tidak tahu mengapa Inggrid menangis.

Randika duduk dan mengangkat wajah Inggrid yang tertunduk. "Sayang, kenapa kamu? Jika kamu masih ada masalah, katakan saja padaku."

"Ini semua salahku, aku seharusnya tidak meninggalkanmu seperti itu. Kamu pasti kecewa denganku." Kata Inggrid terbata-bata.

Randika menghela napas, istrinya ini terkadang bodoh!

"Memang kamu yang pergi mendadak itu salah, aku harus menghukummu. Kamu ingin dihukum sekarang atau nunggu aku pulang?" Kata Randika.

Inggrid mengangkat wajahnya, ekspresinya terlihat bingung.

Randika memeluk Inggrid dan mengusap rambutnya. Perasaan hangat ini membuat Inggrid serasa melayang ke awan.

Berbisik di telinga Inggrid, Randika dengan mudah membuat Inggrid tersipu malu. "Sepertinya aku harus menghukummu sesuai hukum keluarga kita."

"Sekarang kamu tidak perlu menyalahkan dirimu seperti itu. Apa yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menyuapiku apel." Kata Randika.

Inggrid tersipu malu, namun hatinya sudah tidak dingin lagi. Setelah beberapa suapan, Randika tiba-tiba mengatakan. "Sayang, sejak kapan kamu tumbuh begitu besar?"

"Apanya?" Inggrid sedikit bingung, tetapi ketika melihat tatapan Randika berada di dadanya, dia langsung mengerti arti kata-kata Randika.

Randika kemudian mengulurkan tangan kanannya dan Inggrid segera menahannya. "Sayang, ini rumah sakit. Nanti kalau di rumah aku akan membiarkanmu merabanya setiap saat."

Mendengar kata-kata nakal Inggrid ini, Randika tersenyum. "Kalau ciuman boleh kan?"

Inggrid hanya mengangguk dan mencium Randika lagi. Namun ciuman ringan tidak dapat memuaskan nafsu Randika. Kedua lidah mereka segera melaksanakan tugasnya.

Pada saat ini, sebuah suara seperti bayi tertawa membuat mereka berdua terkejut. Randika dengan cepat memeriksa seluruh ruangan dan menyadari bahwa boneka ginseng sedang duduk di ranjangnya. Ia melihat Randika dan Inggrid dengan wajah bingung dan penasaran sedang apa kedua manusia ini.

Yang menjadi pertanyaan adalah sejak kapan boneka itu duduk di situ?

Bisa-bisanya boneka ini mengintip dirinya sedang bermesraan?

Keduanya segera berpisah tetapi boneka ginseng itu seakan tidak terima. Ia terlihat seperti berkata "Teruskan, teruskan, aku masih ingin melihatnya!"

Kenapa ginseng ini seperti anak puber yang baru pertama kali lihat video porno?

"Apa kamu tahu bahwa mengintip itu adalah tindakan kejahatan?" Randika menggelengkan kepalanya. Boneka ginseng itu terlihat bersemangat, tidak tahu apa yang dikatakan oleh Randika.

"Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Randika dengan rasa penasaran.

Tiba-tiba wajah boneka ginseng itu terlihat kesakitan, tangan gemuknya itu lalu menyentuh telapak tangan Randika. Lalu di bawah tatapan mata Randika, setetes darah putih berupa manik-manik keluar dan jatuh di tangannya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.