Legenda Dewa Harem

Chapter 164: Hari yang Damai



Chapter 164: Hari yang Damai

Sambil menahan rasa sakitnya, boneka ginseng itu memberikan Randika setetes darahnya. Ini adalah tetes darah ketiga yang diberikan oleh boneka ini. Pertama kali ia berikan untuk menyelamatkan nyawa neneknya Viona. Yang kedua Randika simpan di lemari rumahnya dan tetes ketiga ini berada di telapak tangannya.

"Ini untukku?" Randika menatap boneka ginseng itu.

Boneka ginseng itu mengangguk pelan. Setelah memberikan darahnya pada Randika, boneka itu kabur sekali lagi. Rasanya ia berusaha mencari Indra.

"Apa itu?" Inggrid sedikit tertegun melihat fenomena itu.

"Hahaha itu keajaiban dunia." Randika tersenyum dan menelan darah putih itu.

........

Keesokan harinya, mereka tiba di bandara kota Cendrawasih. Randika, Inggrid, Indra dan Ibu Ipah berhasil mendarat dengan selamat.

Petualangan merebut Inggrid kembali dari Jakarta bisa dikatakan berakhir dengan sukses. Kedatangan kakek keduanya itu membawa gelombang tersendiri pada keluarga Alfred dan Laibahas. Kedua keluarga besar itu sudah tidak berniat mengungkit masalah pernikahan Inggrid ataupun menyentuh Randika.

Setelah sampai di kota kesayangannya ini, Inggrid kepikiran dengan perusahaannya yang dia tinggalkan tanpa kabar itu. Jadi mau tidak mau dia harus masuk dan mengatur masalah yang ada. Mengingat sifat pekerja keras istrinya itu, Randika melepaskannya. Tetapi sebelum mereka berpisah, keduanya berciuman panas dan Randika mengingatkan Inggrid jangan pernah pergi tanpa kabar lagi.

Namun, Randika masih sedikit cemas. Dia lalu memohon pada Ibu Ipah untuk mengawasi Inggrid untuk hari ini saja karena dia sendiri harus mengantar Indra ke rumahnya.

"Bagaimana luka-lukamu?" Randika kemudian membuka perbincangan dan mulai bertanya tentang kondisi adik seperguruannya itu.

"Aku tidak apa-apa." Kata Indra sambil tertawa.

Setelah diperhatikan, Indra memang pulih dengan cepat. Tenaga dalamnya yang seperti lautan itu membantu proses penyembuhannya menjadi jauh lebih cepat dari dirinya. Sekarang, dia terlihat tidak pernah terluka sama sekali.

Setelah memastikan Indra pulang dengan selamat, Randika kembali ke rumahnya.

Membuka pintunya, Randika menyadari bahwa ada seseorang sedang sibuk memasukan bajunya ke koper. Ternyata itu adalah Hannah.

"Han, sedang apa kamu di sini?" Randika penasaran.

Hannah terlihat panik dan sibuk memasukan bajunya ke dalam kopernya. Ketika dia mendengar suara, dia menoleh dan menyadari bahwa itu adalah kakak iparnya.

"Kak! Kau datang tepat waktu. Bantu aku beres-beres." Kata Hannah sambil berkeringat.

"Kamu mau pergi ke luar kota?" Randika terlihat bingung.

"Bukan itu! Ibu Ipah ngirim pesan ke aku kalau kak Inggrid kembali ke rumah kita di Jakarta. Aku sejak lusa kemarin itu tidak megang handphone karena ada ujian jadi aku baru sadar pesannya Ibu Ipah. Jadi cepat bantu aku beres-beres agar bisa cepat menyusul kak Inggrid. Aku dari dulu selalu khawatir dengan nasib kak Inggrid." Kata Hannah sambil menahan air matanya, dia menyesal tidak bisa mendampingi kakaknya.

"Kamu sudah tidak perlu khawatir." Kata Randika sambil tersenyum. "Aku baru saja balik dari Jakarta, dan tentu saja aku membawamu kakakmu itu bersamaku."

"Benarkah?" Hannah segera menoleh ke arah Randika dengan wajah terkejut.

"Mana mungkin aku berbohong?" Kata Randika sambil tertawa.

"Jelaskan semuanya kak! Apa saja yang telah terjadi?" Hannah dengan cepat menghampiri Randika, dia tidak ingin ketinggalan cerita.

"Anak kecil tidak perlu tahu. Yang terpenting semuanya baik-baik saja dan kamu cuma perlu fokus dengan bisnis bajumu itu." Kata Randika.

"Ah ayolah kak, jangan seperti itu." Hannah dengan cepat kembali menggunakan jurus andalannya. Dia menyelipkan tangan Randika ke lembah dadanya dan menggosok-gosokannya.

"Baiklah, aku akan menceritakannya. Tapi aku capek berdiri."

"Jangan khawatir, aku akan membawakanmu kursi."

"Tapi aku tidak bisa bercerita dengan pundak yang sakit."

"Jangan khawatir, aku akan memijatmu."

"Tapi aku tidak bisa bercerita dengan tenggorokan kering begini."

"Jangan khawatir, aku akan membawakan kakak air."

Pada saat ini Hannah bagaikan pelayan yang mematuhi semua permintaan Randika. Apa pun yang diminta kakak iparnya akan dilakukannya dengan senang hati.

Akhirnya di bawah omelan Hannah, Randika sudah siap bercerita. Hannah dengan cepat duduk dengan manis, tetapi tatapan mata Randika jatuh di dadanya Hannah. Lalu keheningan yang mencekam itu pecah karena pertanyaan Randika yang di luar dugaan itu. "Dadamu makin besar ya? Kamu cup berapa?"

"Apa?" Hannah terkejut bukan main, dia langsung menutupi dadanya. "Kakak ipar memang pria mesum!"

Plak!

Suara nyaring itu tentu saja Randika yang tertampar.

"Uhuk, maafkan aku. Jadi semuanya berawal dari Inggrid yang.."

Randika segera menceritakan segalanya pada Hannah yang sudah menenangkan diri. Cara bercerita Randika dibuat dramatis dan menonjolkan kekerenannya ketika menyelamatkan istrinya. Tetapi kejadian Inggrid hampir diperkosa tidak dia ceritakan demi menjaga nama baik semua pihak yang terkait.

Hannah mendengarkan semua ini dengan berbagai macam ekspresi. Pada saat ini, tiba-tiba Inggrid dan Ibu Ipah sudah pulang.

Melihat Inggrid yang datang, Randika berkedip padanya. Janji Inggrid di rumah sakit jelas akan ditagihnya.

Malam itu, Randika dan Inggrid memainkan roleplay di kamarnya. Randika menjadi tuan dan Inggrid menjadi pelayannya. Sedangkan apa yang terjadi di malam hari itu, lebih baik kita membayangkannya masing-masing di benak kita.

...........

Keesokan harinya, Randika terbangun dan Inggrid masih tertidur pulas di lengannya.

Mereka bangun kesiangan karena tadi malam mereka melakukannya hingga larut malam dan Inggrid terus meminta lebih.

Ketika Randika melihat istrinya yang tertidur pulas itu, dia tidak bisa menahan senyumannya. Tangannya tidak sadar mengelus rambutnya dan dia mencium dahinya.

Merasakan ciuman itu, Inggrid juga terbangun dan bertanya sambil masih setengah tertidur. "Jam berapa ini?"

"Jam 8.40." Kata Randika.

"Apa? Sudah hampir jam 9?" Inggrid menjadi panik. "Ya ampun, hari ini banyak rapat penting di kantor."

Inggrid yang bugil dengan cepat bangun dan berpakaian. Randika sendiri masih menikmati momen indah ini dan terus memperhatikan istrinya yang imut itu.

Turun dari kasur, Randika memeluk istrinya.

"Sayang, ngapain buru-buru."

"Ini juga salahmu, kenapa kamu melakukannya sampai larut malam begitu." Inggrid yang panik itu segera berhenti bergerak dan ikut memeluk Randika. Tetapi Randika justru tertawa. "Bukannya kamu sendiri yang terlalu semangat saat kau berada di atas? Apa kamu lupa betapa liarnya goyangan pinggangmu itu tadi malam?"

Inggrid tersipu malu. "Pokoknya ini juga salahmu."

Inggrid lalu mencium Randika dan buru-buru turun.

"Ah, sayang tunggu aku! Aku juga harus ke kantor." Teriak Randika.

Ketika mereka sampai di kantor, semuanya berjalan seperti biasa. Randika segera kembali ke ruangannya dan pagi itu berjalan dengan cepat.

Tidak terasa sekarang adalah waktunya pulang kerja. Ketika Randika hendak pulang, dia menyadari bahwa Viona sedang berbicara dengan teman-temannya.

Sambil merasa penasaran, Randika menghampirinya.

"Vi, ayo kita nge-gym sama-sama." Ajak salah satu temannya. "Banyak cowok cakep lho di sana."

Temannya yang lain tertawa. "Gini nih nasib orang jomblo, bukannya hidup sehat malah matanya yang main. Viona sudah punya pacar tahu. Kalau pak Randika tahu kamu ngajak Viona mencari cowok lain, bisa-bisa kamu dipecat!"

Semuanya tertawa sedangkan Viona hanya tersenyum.

"Bagaimana Vi? Ayo kita latihan bersama-sama. Apa kamu tidak mau membuat pak Randika senang melihatmu makin kurus? Aku yakin pak Randika juga nge-gym sendiri."

"Eh yang gemuk di sini cuma kamu tahu! Viona langsing begini kamu omong gemuk?"

"Kalian sedang ngomongin apa?" Randika tiba-tiba nimbrung.

"Randika!" Ketika melihat pria yang dicintainya datang, Viona tidak bisa berhenti tersenyum. Teman-temannya ini langsung mengangguk bersamaan.

"Pak, ayo kita nge-gym sama-sama."


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.